Leave Well, Live Well
Lama sekali aku tidak menulis. Kali ini menulis di halaman baru tentang orang baru. Aku membuat laman ini untuk merekam kisah kami nanti, kami telah sepakat menyiapkan banyak waktu untuk beristirahat bersama di masa tua, untuk berbahagia dengan cangkul dan benih sayur mayur, dengan suara penghuni kandang di bilik belakang, dengan tawa bersama kunjungan putra dan putri mengenang masa muda kami berdua. Hahaha terbaca impulsif banget. Isokey. Kami sepakat tumbuh dengan mimpi-mimpi, "benar, begitu bukan?"
Sejak lama aku ingin menulis tentang dia, namun sebulum masuk pada bab itu, aku ingin menyeseleseikan diriku dari luka.
Bagaimana bila hidup penuh luka?
Manusia bisa hidup penuh cinta, penuh kasih, penuh tawa, penuh tanya, penuh curiga, penuh luka, kemudian mencoba ‘bodoamat’ namun terjerembab menangis sendiri mulai ujung senja hingga hari menjadi pagi. Beberapa orang bisa menikmati hidup dan cinta yang mereka miliki, pun aku terus menyimpan pertanyaanku “bagaimana usaha yang telah diperjuangkan demi cinta mereka?” Sebab yang kutahu tak ada perjuangan yang mudah untuk sesuatu yang indah. Tak ada ujian yang tak sulit, kalau diri kita tidak pernah siap!
Apa benar aku belum siap dengan diriku sendiri untuk dipertemukan dengan hal-hal yang serius(?)
Aku mudah mencintai, tapi susah lupa, dan sialnya selalu dihianati.
Hidupku berputar pada sub bab itu saja
tak bergulir ke lain kata
kuputuskan berhenti saja.
Apa daya terobek hati ketika ingin memulai lembar berikutnya.
Nampaknya hidup tetaplah sebuah proses yang tidak akan membuatmu lolos dari tujuan ‘pembelajaran’; Belajar tulus, belajar sabar, belajar melupakan, belajar ikhlas. Sekali lagi, tidak ada ujian yang mudah kalau kita tidak siap. Pilihannya adalah; tidak daftar ujian dan tak kenal perubahan? Atau menciptakan pesta seperti yang kamu inginkan untuk merayakan kemenangan?
Kini aku bersiap dengan diriku yang baru untuk ujianku berikutnya. Bersama sesorang yang memberi warna baru pada abu-abuku. Dengannya aku baru tau, bahwa Luka-lukaku adalah hikmah untuk menyambut pelajaran baru. Kini aku merasa hidupku benar-benar baru, hidup dengan cara yang belum pernah ku pelajari sebelumnya. Lalu luka-luka lama tak lagi ada artinya, tak perlu lagi mendendam sebab mereka juga belum beruntung sebab mereka sedang belajar omong kosong.
Aku melihat cara mencintai yang belum pernah kulihat sebelumnya. Meski di awal penuh perasangka-prasangka, aku kira itu hal yang normal, sebab prasangka adalah suatu cara manusia melindungi dirinya. Aku juga pernah dibuatnya tersudut menangis, namun dia tidak diam, setidaknya ia telah menjelaskan seperti apa yang seharusnya dilakukan sampai aku paham benar. Tidak ada satu ikrar yang menjamin kami akan baik-baik saja. Namun ujian di depan akan ku persiapkan, untuk melawan rasa takut dan membuang jauh binar bayang penyesalan.
Comments
Post a Comment